TOBOALI, KABARBABEL.COM – Rule of Law Index 2022 telah dipublikasikan oleh World Justice Project (WJP). Tahun ini Indonesia memiliki nilai 0,53 atau naik 0,01 dibandingkan tahun sebelumnya 0,52. Kepatuhan hukum di Indonesia saat ini berada di urutan 64 dari 140 negara yang diteliti.
Meski naik empat peringkat, kepatuhan hukum di Indonesia dalam rentang waktu dari tahun 2015-2022 dapat disimpulkan sebagai kondisi yang stagnan. Secara umum, dari delapan indikator yang dinilai, empat indikator Indonesia masih tergolong di papan bawah.
Seperti absennya korupsi, ketertiban dan keamanan (order & security), sistem peradilan perdata (civil justice) dan sistem peradilan pidana (criminal justice system). Kajati Babel Daroe Tri Sadono memberikan respon saat ditanya komitmen dalam memperbaiki kepatuhan hukum di Babel.
Ada berapa poin yang disampaikan dia saat dimintai konfirmasi awak media di Kantor Kejari Basel dalam kunjungan kerjanya, Rabu (2/11) petang. Pertama, mantan Wakajati Riau ini meminta jajarannya tidak memikirkan apa yang akan didapatkan dalam melakukan proses penegakan hukum.
“Jangan saat kita melakukan pekerjaan khususnya dalam penegakan hukum berpikirnya berapa uang yang akan saya dapatkan atau berapa fasilitas yang terbuka untuk saya. Kita kerjakan saja dan mari dedikasikan diri sebaik mungkin untuk masyarakat,” kata Kajati Babel Daroe Tri Sadono.
Dikatakannya integritas dan mentalitas serta skill yang baik harus dimiliki oleh seluruh jaksa untuk meningkatkan kepatuhan hukum di Indonesia. Poin yang pertama jaksa harus dapat membangun kesamaan pikiran, pandangan, pemahaman, dan tindakan dalam pelaksanaan tupoksinya.
“Khususnya pada penanganan perkara baik perkara tindak pidana umum, pidana korupsi dan perkara pidana khusus lainnya. Ini wajib meningkatkan profesionalisme dan integritas guna mewujudkan penegakan hukum yang adil, objektif, dan bermartabat serta lebih humanis,” sebutnya.
Kemudian untuk mentalitas, pria yang pernah menjabat sebagai Kajari Palopo ini mengaku konsep keagamaan harus beriringan saat melakukan penegakan hukum. Mengawali segala sesuatu dengan niat ibadah akan meminimalisir potensi terjadinya tindakan tercela dan penyimpangan-penyimpangan.
“Pertama saat saya berada di sini yang pertama saya kerjakan itu membangun masjid. Pola pikirnya saya ubah, bukan kantor saya ada masjid, tapi masjid saya ada kantornya. Jadi apa yang kita pikirkan, ucapkan dan kerjakan menjadi ibadah. Ini yang saya tanamkan dalam menegakan hukum,” bebernya.
Berikutnya adalah meningkatkan skill (keterampilan). Menurut Daroe apabila kemampuan menguasai teknologi tidak cepat penanganan perkara di bidang ini akan lamban. Karena sering kali terjadi teknologi hukum berada di belakang teknologi kejahatan yang melaju lebih cepat di depannya.
“Sebagai pemegang asas dominus litis atau penguasa perkara, jaksa harus memanage kecanggihan teknologi, tapi sebagai penguasa perkara jangan juga arogan dong. Yang jelas bisa tidak kita menerjemahkan adanya kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan, ini adalah poin utamanya,” sebut Daroe.
“Meningkatkan kepatuhan hukum harus berpedoman pada tiga hal tadi seperti manfaat, keadilan dan kepastian. Yang jadi pertanyaan apakah penegakan hukum yang kita kerjakan berkeadilan, bermanfaat dan jelas kepastiannya. Kalau iya, tanpa disuruh publik pasti akan percaya kepada kita,” jelasnya.(dev)