Apa yang terpikir dibenak anda jika ada masyarakat yang rela menukar ikan dengan mie instan? terkesan lucu tapi ini menjadi satu fakta dan kenyataan. Hal ini terjadi di salah satu kawasan pesisir yang ada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Meski berbasis kepulauan dan penghasil ikan, tercatat masih terdapat anak stunting yang berada di daerah itu.
Inspektur Utama BKKBN Indonesia Ari Dwikora, Rabu (20/7/2022) saat menghadiri penyerahan penghargaan Manggala Karya Kencana di Kantor BKKBN Provinsi Babel mengakui hal tersebut. “Tapi sayangnya, ikan ini oleh orangtuanya dijual dan mirisnya dibelikan mie instant untuk dimakan anaknya. Alasannya beragam, ada yang menyebutkan ikan bikin tubuh gatal-gatal, untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan lainnya,” kata Ari Dwikora Tono.
Sehingga kata Ari Dwikora, masyarakat harus dibekali pemahaman pengetahuan. Karena kurang paham, akhirnya masyarakat punya prinsip ikan dijual buat beli mie instant. “Akhirnya pilih makanan yang gampang,” ulasnya.
Stunting sendiri merupakan kondisi dimana anak mengalami kurangnya asupan gizi yang cukup, gizi kronis dan juga menderita penyakit hingga akhirnya tubuh tak ideal seperti anak seusianya. Stunting berdampak besar dan menjadi ancaman potensi bonus demograf.
Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies Hizkia Respatiadi mengingatkan, fenomena stunting harus bisa diantisipasi sejak anak berada dalam kandungan. Indonesia diperkirakan akan menyongsong bonus demografi pada 2030, dan dengan melimpahnya jumlah penduduk usia produktif tentu merupakan hal yang harus dimanfaatkan untuk meningkatkan capaian-capaian positif di berbagai bidang. Hal itu, ujar dia, harus dimulai dengan menciptakan generasi muda yang sehat, baik jiwa maupun raga. Pemenuhan gizi seimbang dapat dilakukan sebagai awal yang baik untuk tumbuh kembang anak. Melihat besarnya dampak stunting tersebut, semua harus sepakat jika stunting harus menjadi musuh bersama dan tak bisa dianggap sepele. Pertanyaannya, bagaimana upaya menurunkan stunting?
Bupati Bangka Mulkan, SH, MH, Senin (5/9/2022) menjelaskan, Kabupaten Bangka menargetkan tahun 2024 dapat bebas dari stunting. Untuk menekan itu, Pemkab Bangka menggunakan konsep pentahelix. Diketahui, Kabupaten Bangka merupakan salah satu kabupaten di Indonesia yang berhasil menurunkan angka kasus stunting dari 32,27 persen menjadi 1,68 persen. Pada tahun 2013, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) merilis angka stunting di Kabupaten Bangka sebesar 32,27 persen. Angka tersebut tergolong tinggi karena diatas ambang batas yang ditentukan oleh WHO yaitu 20,00.
Menurut Mulkan, penanganan pencegahan kasus stunting sudah dilakukan sejak tahun 2014. Kabupaten Bangka melakukan berbagai intervensi program dan kegiatan dalam rangka penurunan dan pencegahan stunting sehingga terjadi penurunan yang signifikan. Selain dari hasil Riskesdas, Kabupaten Bangka juga melakukan pendataan secara mandiri. Berdasarkan data pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masyarakat (e- PPGBM) dari Dinas Kesehatan setempat, tercatat 6.627 anak usia di bawah dua tahun yang diukur terdapat 8.9 persen atau 588 anak stunting. Angka tersebut jauh lebih kecil daripada hasil Riskesdas 2018.”Lokus intervensi stunting berdasarkan data pada anak usia di bawah dua tahun, termasuk desa yang prosentase stunting lebih dari 20 persen kronis sebagaimana data e- PPGBM,” jelas Mulkan.
Menurutnya, pemerintah mencanangkan program percepatan penanggulangan stunting melalui strategi nasional percepatan pencegahan stunting. Stranas Stunting 2018-2024 yaitu sebuah strategi jangka panjang terintegrasi yang mengedepankan konvergensi upaya intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif.
Kabupaten Bangka juga melakukan upaya penurunan dan pencegahan stunting melalui penyusunan Dokumen Rencana Aksi Daerah (RAD) Stunting. Melalui Perbup RAD stunting tersebut, Pemkab Bangka melalui Organisasi Perangkat Daerah (OPD) masing-masing menjadi pedoman untuk diterapkan dalam rangka penurunan dan pencegahan stunting. “Penanganan stunting dilakukan melalui intervensi spesifik dan intervensi sensitif, di mana pada penanganan intervensi spesifik ditujukan kepada ibu hamil dan anak dalam 1.000 hari pertama kehidupan,” jelasnya.
Kegiatan intervensi spesifik umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan, intervensi spesifik bersifat jangka pendek, hasilnya dapat dicatat dalam waktu relatif singkat. Sedangkan penanganan pada intervensi gizi sensitif ditujukan melalui berbagai kegiatan pembangunan diluar sektor kesehatan. Sasarannya adalah masyarakat umum, tidak khusus untuk sasaran 1.000 hari pertama kehidupan. “Kegiatan intervensi gizi sensitif juga dilakukan oleh berbagai lembaga atau dinas sebagai organisasi pendukung seperti, persoalan sanitasi dan air bersih yang dilakukan Dinas Pekerjaan Umum (DPU), Dinas Pendidikan, KB, Dinas Pangan, Kelautan dan Perikanan, Kementerian Agama, pihak swasta hingga media massa. Semua terkonsep dalam konsep pentahelix,” ucap Mulkan.
Mulkan mencontohkan, keterlibatan Kementerian Agama dalam penanganan stunting diperlukan. Kemenag melalui petugas penyuluh agama berperan penting memberikan edukasi dan pemahaman kepada masyarakat tentang persoalan stunting akibat nikah usia dini. Menurutnya, nikah di usia dini terutama pada perempuan menjadi salah satu penyebab terjadinya stunting karena perempuan yang masih berusia remaja secara psikologis belum matang, serta belum memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kehamilan dan pola asuh anak yang baik dan benar. “Perempuan yang hamil di bawah usia 18 tahun, organ reproduksi juga belum matang. Organ rahim, misalnya, belum terbentuk sempurna sehingga berisiko tinggi mengganggu perkembangan janin dan bahkan dapat berakibat fatal yakni keguguran,” jelasnya.
Asupan Protein Hewani
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka dr.Then Suyanti menjelaskan, semenjak tahun 2017 Kabupaten Bangka masih menjadi peringkat tertinggi untuk angka stunting, yakni berada dikisaran 32,27 persen. Kemudian, untuk tahun 2018 turun menjadi 8,9 Persen.“Upaya menekan angka itu terus menerus kita lakukan, sehingga di akhir tahun 2021 menjadi 1,98 persen dan saat ini angka stunting kita telah mencapai 1,68 persen,” jelasnya.
Upaya penurunan stunting tegas dr. Then, juga harus dibarengi dengan pengetahuan keluarga terkait asupan protein hewani. Jangan sampai kata dia, ada pemahaman yang salah bahkan sampai menukar ikan dengan mie instan. “Protein hewani itu kan protein yang berasal dari hewan, meliputi daging sapi, daging kambing termasuk unggas seperti ayam, daging bebek, seafood, serta telur dan susu,” kata dr.Then.
Protein hewani ini tambah dia sangat dikenal karena memiliki komposisi asam amino esensial yang lebih lengkap dibandingkan protein nabati. Tidak hanya itu, protein hewani juga memiliki kandungan nutrisi yang lebih beragam, seperti vitamin B12, vitamin D, zat besi, dan asam lemak omega-3. Protein hewani tidak hanya dibutuhkan oleh anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan. Lebih jauh lagi, asupan protein hewani harus dicukupi sejak awal di 1.000 hari pertama kehidupan yakni sejak ibu hamil hingga anak berusia 2 tahun. Periode ini merupakan periode emas pertumbuhan dan perkembangan anak, masa yang menentukan perkembangan fisik dan kecerdasan jangka panjang.
“Pemberian makanan tambahan pada balita selama tiga bulan juga kita lakukan. Dengan harapan terjadi perbaikan gizi yang akan berdampak pada pertumbuhan berat serta tinggi badan dari anak tersebut,” tutupnya.
Alokasi Dana Desa
Pemerintah Kabupaten Bangka juga mengarahkan pemerintah desa untuk menggunakan sebagian dana desa guna mendukung upaya penurunan kasus stunting. Wakil Bupati Bangka Syahbudin.,S.Ip menjelaskan, besaran dana desa yang dialokasikan untuk itu bergantung kepada musyawarah desa. “Tapi wajib. Semua (62 desa) wajib menganggarkan penanganan stunting,” kata Syabudin, Kamis (8/9/2022).
Dana itu sambung dia, bisa dengan dukungan pelayanan gizi di posyandu, termasuk menyediakan makanan bergizi bagi ibu hamil, menyusui, bayi usia nol sampai enam bulan, serta anak usia tujuh sampai 23 bulan. Pemerintah desa, ia melanjutkan, juga bisa menggunakan sebagian dana desa untuk meningkatkan akses warga terhadap fasilitas penyediaan air bersih dan sanitasi layak serta mendukung pelaksanaan penyuluhan dan pendidikan mengenai pemenuhan kebutuhan gizi. “Pencegahan kasus stunting dapat dilakukan sejak dini mulai dari pendidikan di tingkat anak usia dini, edukasi pendidikan gizi masyarakat, termasuk pembelajaran pendidikan kesehatan reproduksi serta gizi kepada kelompok remaja serta ketahanan pangan bergizi di desa,” bebernya.
Syahbudin juga membuka peluang bagi siapa saja yang ingin berkontribusi untuk mengatasi permasalahan stunting di Kabupaten Bangka. Menurut dia, selama ini kemitraan sudah dilakukan pihaknya termasuk dengan pihak swasta. “Kami membuka peluang dengan pihak swasta untuk bersama-sama mengatasi permasalahan stunting. Kemarin kita kerjasama dengan KADIN dan PT RBT. Kita membuka peluang siapa saja,” kata Mulkan. Dikatakan dia, konsep pentahelix selalu dibangun oleh pihaknya dalam mengatasi setiap permasalahan yang ada di Kabupaten Bangka. Stunting kata dia tidak hanya bisa diatasi oleh pemerintah semata. Melainkan semua pihak termasuk pihak swasta.
Sementara, Kepala Desa Air Duren Desa Pemali, Kabupaten Bangka Syaiful Ahyar menerangkan, salah satu bentuk ketahanan pangan bergizi yang pihaknya lakukan ialah dengan menebar 23 ribu bibit ikan lele di tambak milik desa. “Ikan lele ini sumber protein hewani yang lebih tinggi dari ikan air tawar lainnya. Bisa sampai 14 nilai proteinnya rata-rata seperti daging, 56 gram per hari kebutuhannya. Dan protein ini bagus sebagai penunjang pertumbuhan bagi anak-anak,” kata Ahyar.
Selain itu, kata pria yang juga merupakan Ketua APDESI Kabupaten Bangka ini, proses panen ikan lele lebih cepat bila dibandingkan dengan ikan lainnya. Saat panen, ikan lele ini jelas dia akan dibagikan kepada masyarakat sebagai makanan tambahan. Ini berkaitan dengan ketahanan pangan dan penanganan stunting di Desa Air Duren. “Ini juga sebagai contoh bagi masyarakat. Jika berhasil, maka tidak menutup kemungkinan nanti setiap rumah bisa membudidayakan lele. Kan mudah. Tidak butuh lokasi yang luas juga. Bisa dengan ember juga atau kolam-kolam sederhana,” jelasnya.
Lebih lanjut ia katakan, program ini juga akan dipadukan dengan penanaman jagung. Kedepan bila terpenuhi sesuai target akan dikelola lewat badan usaha milik desa (BumDes). “Nantinya bila ini berhasil secara penuh dikelola BumDes. Kita juga telah bermitra kepada pihak yang siap menampung hasil panen. Tentunya pemasaran ke luar setelah kebutuhan warga desa cukup,” tutupnya.