Oleh: Van Jessica
Mahasiswi Magister Hukum Universitas Bangka Belitung Tahun 2023
Keberadaan mineral biji timah di Bangka Belitung merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa bagi masyarakat. Dalam sisi ekonomi, memberikan kesempatan untuk mendapatkan penghidupan dari kegiatan penambangan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada sisi yang lain keberadaan timah yang tidak dikelola dan diatur dengan baik oleh aparat pemerintah daerah, disertai dengan tidak adanya kesadaran untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup oleh segenap stake holder di daerah ini telah membawa kehancuran lingkungan hidup dan ekosistem di Bangka Belitung.
Pemerintah daerah harus tegas untuk mengimplementasikan semua aturan tentang penambangan timah, baik berupa peraturan perundang-undangan nasional maupun dalam bentuk peraturan daerah. Dengan demikian pelaksanaan kegiatan eksploitasi timah dapat dikendalikan dengan baik, kegiatan reklamasi dan kegiatan pasca tambang dapat berjalan sesuai aturan. Orientasi penjagaan dan pemeliharaan serta pemulihan kondisi lingkungan hidup harus merupakan fokus utama pemerintah daerah dalam pengelolaan pertambangan di daerah ini.
Dalam kurun waktu 10 tahun dan setelah dilaksanakannya otonomi daerah sejak tahun 2001 banyak persoalan mengenai penambangan timah yang muncul di Pulau Bangka. Persoalan yang sedang dihadapi oleh pemerintah daerah saat ini sebenarnya tidak hanya sebatas dalam rangka untuk menyelamatkan perekonomian di Pulau Bangka saja, namun Pemerintah Daerah harus lebih bijak untuk memikirkan penyelamatan terhadap lingkungan yang rusak akibat penambangan timah tanpa izin yang aktivitasnya terjadi secara sporadis di sembarang tempat.
Maraknya panambangan tanpa izin di Pulau Bangka yang terjadi di darat atau laut ini, menunjukan bahwa pemerintah daerah tidak berhasil menekan aktifitas penambangan ilegal yang terjadi di Pulau Bangka selama ini. Terlihat dari keberadaan tambang yang tidak memiliki izin, dimana jumlahnya justru semakin bertambah, seperti di Kota Sungailiat, Toboali, dan Kota Pangkalpinang khususnya daerah Sungai Selan, yang kegiatan penambangannya dilakukan disembarang tempat.
Berdasarkan data dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi pada tahun 2008 memperlihatkan bahwa dari sekitar 70.000 unit tambang di kepulauan Bangka, akan tetapi hanya sekitar 30% yang memiliki izin pertambangan. Banyaknya tambang timah ilegal di Pulau Bangka menjadi penyumbang terbesar kerusakan lahan dan hutan yang mencapai 150.000 hektar atau 30% luas wilayah hutan Bangka.
Kerusakan akibat tambang ilegal tidak hanya di lokasi penambangan wilayah daratan, tetapi juga terjadi hingga ke pantai dengan adanya tambang timah ilegal di laut. Di kawasan pantai dan hutan bakau juga terjadi kerusakan akibat lumpur dari lokasi tambang timah ilegal. Bekas penambangan timah ilegal umumnya dibiarkan saja tanpa ada upaya untuk mereklamasi, sehingga permukaan tanah menjadi berlubang yang disebut juga sebagai kolong. Selain itu, tambang timah ilegal juga merusak daerah aliran sungai, hutan lindung dan hutan produksi.
Banyaknya dampak-dampak yang terjadi akibat aktivitas pertambangan timah ilegal atau tanpa izin di Pulau Bangka yang dilakukan secara bebas oleh masyarakat dan pengusaha tambang sangat memprihatinkan, karena semakin hari jumlah pertambangan timah ilegal atau tanpa izin semakin banyak dan semakin besarnya kerusakan lingkungan. Ada banyak jenis-jenis tindak pidana dalam bidang pertambangan. Dalam UU Pertambangan selain mengenal adanya tindak pidana illegal mining juga terdapat bermacam-macam tindak pidana lainnya, yang sebagaian besar yang ditujukan kepada pelaku usaha pertambangan, dan hanya satu macam tindak pidana yang ditujukan kepada pejabat penerbit izin di bidang pertambangan.
Tindak pidana tersebut yaitu Tindak Pidana Melakukan Pertambangan Tanpa Izin, Tindak Pidana Menyampaikan Data Laporan Keterangan Palsu, Tindak pidana melakukan ekplorasi tanpa hak, Tindak pidana sebagai pemegang IUP eksplorasi tidak melakukan kegiatan operasi produksi, Tindak Pidana Pencucian Barang Tambang, Tindak Pidana Mengahalangi Kegiatan Usaha Pertambangan, Tindak Pidana yang Berkaitan Dengan Penyalahgunaan Wewenang Pejabat Pemberi Izin, Tindak Pidana yang Pelakunya Badan Hukum.
Penyidikan terhadap tindak pidana pertambangan dilakukan oleh penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang pertambangan diberi wewenang khusus sebagai penyidik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam Undang-Undang terkait, Penyidik pegawai negeri sipil berwenang untuk: melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana dalam kegiatan usaha pertambangan, melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan yang diduga melakukan tindak pidana dalam kegiatan usaha pertambangan, memanggil dan/atau mendatangkan secara paksa orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka dalam perkara tindak pidana kegiatan usaha pertambangan, menggeledah tempat dan/atau sarana yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana dalam kegiatan usaha pertambangan, melakukan pemeriksaan sarana dan prasarana kegiatan usaha pertambangan dan menghentikan penggunaan peralatan yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana, menyegel dan/atau menyita alat kegiatan usaha pertambangan yang digunakan untuk melakukan tindak pidana sebagai alat bukti, mendatangkan dan/atau meminta bantuan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak pidana dalam kegiatan usaha pertambangan dan menghentikan penyidikan perkara tindak pidana dalam kegiatan usaha pertambangan.
Menurut hemat penulis, apabila kegiatan penyidikan terhadap tindak pidana pertambangan di Pulau Bangka Belitung dilakukan sesuai dengan apa yang sudah diamanatkan oleh Undang-Undang, yang dilakukan tanpa memilah dan memilih bentuk dan jenis tindak pidana apalagi dengan mempertimbangkan siapa yang melakukan tindak pidana tersebut.
Fenomena yang terjadi pada saat ini adalah banyaknya perkara tindak pidana pertambangan yang di lakukan penyidikan terhadapnya adalah tindak pidana pertambangan yang dilakukan oleh masyarakat kecil yang melakukan pertambangan tanpa izin dengan alat seadanya yang bahkan alat yang digunakannya saja belum lunas terbayar, dengan modal yang terbatas bahkan tidak ada, masyarakat kecil yang seakan menjadi bulan-bulanan operasi penyidikan tindak pidana pertambangan menjadi pengecoh terhadap mereka yang melakukan tindak pidana pertambangan yang jauh lebih besar dan terstruktur dalam tanda kutip.
Penulis berpendapat apabila wajah penegakan hukum dalam tindak pidana pertambangan yang ada di pulau Bangka Belitung ini tetap seperti ini maka akan terkesan percuma dan sia-sia saja melakukan penegakan hukum tetapi tidak secara keseluruhan dan pandang bulu, karena mereka yang melakukan tindak pidana pertambangan yang memiliki modal yang lebih besar malah dapat berlindung dibawah penegakan hukum yang berlaku.
Dengan menjalankan penegakan hukum yang tidak pandang bulu akan berdampak berkurangnya tindak pidana pertambangan yang akan membawa kehancuran bagi kelestarian lingkungan di tanah Bangka Belitung ini, karena dengan menerapkan aturan penegakan hukum yang berlaku maka kehijauan dan kelestarian pulau Bangka Belitung ini tidak akan dicurangi dengan adanya kucing-kucingan penegakan hukum yang tajam ke bawa namun tumpul keatas.
Pemerintah, kepolisian,kejaksaan,dinas terkait dan masyarakat harus bersama-sama melakukan pencegahan terhadap tindak pidana pertambangan ilegal sesuai dengan upaya-upaya pencegahan yang telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara agar tindak pidana pertambangan ilegal dapat ditangani dengan baik. Sehingga pertambangan ilegal di wilayah Indonesia tidak lagi menjadi momok yang menyeramkan bagi kelestarian lingkungan dan masyarakat Bangka Belitung dapat hidup dengan sejahtera dan aman dengan anak cucu yang masih dapat menikmati hijau dan asrinya bumi Bangka Belitung ini.