IMG 20220324 150306IMG 20220324 150306

Robin mengatakan, tahun 2015 adalah tahun dimana ia memutuskan pensiun menjadi pemain. Alih-alih banting setir ke bidang/profesi lain, ia justru masih berada di dunia badminton. Menjadi pelatih profesional adalah tujuan Robin pada waktu itu.

Laporan : Devi Dwi Putra

Sebelum seperti saat ini, ia mengawali karirnya sebagai asisten pelatih dan pelatih private. Berbagai tim di Pulau Jawa sempat dia jajaki sebagai wujud keseriusan dalam tujuan baru ini. Hitung-hitung, memahami terlebih dahulu seluk-beluk dunia kepelatihan.

“Awal tahun 2015 itu melatih, kemudian sambil berjalan, sambil melatih coba mengambil sertifikasi kepelatihan. Dan alhamdulillah itu di tahun 2016 saat melatih tim yang ada di Banten saya berhasil mengantongi sertifikasi pelatih dari BWF dan sekarang ada beberapa sertifikasi lain untuk menunjang kepelatihan,” kata dia.

Mendapat Tawaran Menjadi Pelatih di Dubai

Setahun berselang, setelah dia berhasil mengantongi sertifikasi pelatih dari Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) ada tawaran melatih. Tawaran tersebut datang dari sebuah tim bulu tangkis profesional yang bermarkas di Kota Dubai, Uni Emirate Arab.

“Awal ke luar negeri itu bulan Agustus tahun 2017. Ada dua tim yang saya latih waktu itu, pertama SPARC Badminton Club dan terakhir di RSA atau Racquet Science Academy. Total kurang lebih 2,9 tahun berkarir di Dubai,” Robin menambahkan.

Kendati demikian, Robin mengaku tidak mudah baginya saat awal-awal melatih di Dubai. Bukan lingkungan, alam atau iklim di negara yang terkenal dengan Burj Khalifa-nya itu. Melainkan kemampuan berkomunikasi. Ya, saat itu, bahasa inggrisnya belum terlalu fasih.

“Memang pada saat datang ke sana itu belum fasih, mungkin bisa sedikit dan paling menyapa, terbata-bata awalnya. Lagi kasih materi, mereka bahkan sempat bingung dengan yang saya terangkan, What Do You Say Coach,” kata Robin menirukan percakapan saat itu.

Tak mungkin, kata Robin dirinya harus berkomunikasi seperti ini terus. Robin akhirnya memutuskan mulai belajar sedikit demi sedikit secara otodidak. Setiap harinya, usai melatih atau sedang libur, ia manfaatkan waktunya untuk terus belajar bahasa inggris.

Kadang ia membaca untuk menambah kosa katanya, kadang ia menghabiskan waktu berjam-jam menonton tutorial di media sosial. Dua metode ini, kata Robin kala itu tidak akan membuatnya lancar bahasa inggris apabila tidak dia mempraktikkannya secara langsung.

“Saya kan tinggalnya di apartemen jadi kalau lagi turun ke restoran, saya coba praktik itu komunikasi dengan orang di sana, ke supermarket saya juga coba sok kenal sok dekat aja kan pakai bahasa inggrisnya. Kadang lucu kalau diingat,” tambahnya.

Selama berkarir di Dubai, Robin pernah diundang satu diantara tim badminton di Kota Istanbul, Turki tahun 2018. Beberapa hari dia berada di sana untuk sekadar memberikan Coaching Clinic (bimbingan singkat) kepada pemain dan setelah itu kembali ke Dubai.(bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *