TOBOALI, KABARBABEL.COM – Perusahaan CV Gemilang Abadi Makmur (GAM) akhirnya membuka suara terkait berbagai tudingan yang disudutkan masyarakat dalam aktivitas pertambangan Ponton Isap Produksi (PIP) di wilayah Laut Kampung Padang dan Kampung Nelayan Toboali, Kabupaten Bangka Selatan (Basel).

Usai mengikuti rapat evaluasi aktivitas PIP oleh PT Timah Tbk bersama TNI dan Polri di Grand Marina Hotel Toboali, Kamis (25/2) petang, Komisaris CV GAM Ega dalam keterangan resminya mengatakan bahwa perusahaan telah menyalurkan kompensasi sesuai Rencana Kerja (RK).

“RK yang kami terima itu di Laut Kampung Nelayan dan Kampung Padang. Akan tetapi kami berkomitmen pada saat itu untuk fokus di Kampung Padang. Kami bekerja sesuai dengan RK dengan komitmen pada masyarakat Kampung Padang,” ujar Komisaris CV GAM Ega kepada sejumlah wartawan.

Kepada masyarakat Kampung Padang, dia mengatakan bahwa kompensasi itu dalam teknis penyalurannnya setiap 5 hari sekali. Namun kepada masyarakat Kampung Nelayan, pihaknya belum menyalurkan kompensasi lantaran tidak mengetahui tapal batas wilayah penambangan.

Mana yang masuk Kampung Padang dan Kampung Nelayan. Sejauh ini, disebutkan Ega, kompensasi yang disalurkan ke masyarakat di Kampung Padang karena masyarakat mengaku jika aktivitas yang dilakukan CV GAM berada di wilayah laut Kampung Padang.

“Kita sendiri karena klaim wilayah laut itu kata masyarakat masuk Kampung Padang kita salurkan kompensasi ke sana. Sekian hari setelah itu kami mendaptkan keluhan dari masyarakat Kampung Nelayan, makanya kami sarankan untuk dua RT ini bertemu difasilitasi kelurahan,” sebutnya.

Dalam hal ini juga CV GAM membantah jika telah melakukan aktivitas di Laut Kampung Nelayan. Sedangkan dari PT Timah Tbk sendiri, ketika dikonfirmasi menyebutkan kalau mereka juga belum ada kepastian data dan validasi mengenai tapal batas sehingga CV GAM tidak bisa disalahkan.

Lalu juga tidak ada kepastian kerja wilayah siapa dan bagaimana teknisnya. Ihwal ada tudingan salah seorang nelayan yang masuk ke dalam lubang Camui diduga bekas aktivitas CV GAM, Ega menyebutkan jika dalam IUP PT Timah Tbk ada 34 CV mitra usaha yang bekerja di sana.

“Kami tak berhak menjawab siapa dan apa CV nya terkait lubang camui ini karena CV keluyuran kemana-mana, begitu juga dengan ponton. Tapi kalau dari kami sendiri CV GAM, tidak benar adanya karena hampir 2 minggu saat SPK terbit tanggal 17 Januari kami belum bekerja,” sebutnya.

Lebih lanjut, CV GAM sendiri mulai bekerja pada tanggal 23 Januari 2021. Secara tidak langsung ia membantah jika lubang camui itu bekas aktivitas dari CV GAM. Perihal tudingan wilayah kerja yang terlalu dekat dengan bibir pantai, Ega menyebutkan operasi mereka jauh ke arah tengah laut.

“Sebelum diminta keluhan itu datang, baik itu dari aparat-aparat terkait atau masyarakat kami sendiri kami sudah memindahkan unit-unit ponton kami ke tengah, kalaupun ada itu kami bantah, karena kami bekerja jauh 0 sampai sekian mil ke tengah laut,” jelas Komisaris CV GAM Ega.

Sebelumnya, masyarakat Kampung Nelayan Toboali mengaku tidak menerima sepeserpun kompensasi dari CV GAM yang melakukan aktivitas pertambangan laut di daerah tersebut. Seperti diungkapkan Ketua RT 01 RW 02 Kampung Nelayan Samsul, Selasa (24/2).

“Operasi PIP oleh CV GAM ini dan beberapa CV lainnya harusnya di RK atau rencana kerja laut Kampung Padang, tapi mereka ini selalu merebut Kampung Nelayan,” ujarnya usai usai mengikut proses mediasi kepada perwakilan PT Timah dan pihak kepolisian di Posko PAM Pengoperasian PIP.

“Sejak awal mereka sudah beroperasi di Kampung Nelayan tapi tidak memberi kompensasi seperserpun kepada masyarakat Nelayan. Malah kompensasi diberikan ke masyarakat Padang. Padahal banyak gejolak di masyarakat akibat PIP ini,” sambungnya.

Gejolak yang disebutkan ini muncul karena masyarakat Kampung Nelayan menuntut pihak perusahaan untuk memberikan kontribusinya karena telah beroperasi di daerah mereka. Maka dari itu masyarakat meminta agar tambang PIP digeser dari laut Kampung Nelayan.

“Tuntutan masyarakat nelayan tidak banyak, mereka hanya menuntut masalah kompensasi. Misal kompensasi 10 persen, setengah atau empat persen dari itu masuk ke masyarakat Nelayan. Tapi selama satu bulan ini tidak ada kompensasi yang diberikan oleh pihak CV,” ujar dia.

Ia membenarkan juga terkait informasi ada salah seorang nelayan Sungkur yang masuk ke dalam lubang Camui pada Senin (22/2) kemarin. Saat itu, seorang ibu sedang santai menyungkur udang tiba-tiba menjerit saat masuk ke lubang Camui PIP yang beroperasi di perairan kampung Nelayan.

“Saat menyungkur terlalu ke tengah karena saat itu air memang tengah surut sampai ke ponton isap. Tiba-tiba ibu ini menjerit saat masuk ke lubang Camui, semakin bergerak semakin masuk ke dalam. Untung ibu ini sigap dan melepaskan alat sungkur dan berpegang pada batang sungkur,” kata Samsul.

Samsul menduga, lubang camui ini bekas aktivitas dari tambang PIP CV GAM karena yang pertama beroperasi disitu mereka dan berjarak sekitar 400 meter dari pantai. Memang, katanya ada CV lain yang melakukan aktivitas pertambangan akan tetapi tidak terlalu dekat dengan bibir pantai.(dev/kbc)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *